Selasa, 04 Oktober 2011

Pengujian Mutu Hasil Perikanan


Pengujian Mutu Hasil Perikanan
            Menurut Direktorat Jendral Kelautan dan Perikanan (2001), menyatakan bahwa pengujian mutu hasil perikanan merupakan suatu kegiatan analisis untuk mengetahui atau menentukan bahwa suatu hasil perikanan mempunyai mutu yang baik atau memenuhi standar. Secara garis besar jenis pengujian mutu hasil perikanan dapat dibagi atas beberapa golongan diantaranya sebagai berikut:

2.4.1  Kimia
            Pengujian kimia meliputi:
  • Penentuan kadar protein.
  • Penentuan kadar histamin.
  • Penentuan kadar mercury.
  • Penentuan kadar lemak.
  • Penentuan kadar garam.

2.4.2  Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian secara subyektif dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap makanan. Sasaran alat indera ini terdiri dari 4 atribut mutu yaitu Kenampakan, Rasa, Aroma dan Tekstur.
Metode pengujian organoleptik menurut Larmond dalam Dirjen Kelautan dan Perikanan (2001), menyatakan bahwa metode pengujian organoleptik dibagi atas 2 kelompok besar yaitu “Difference Test” (Uji Perbedaan) dan “Preference Test” (Uji Penerimaan). Uji pertama umumnya digunakan dalam penelitian, analisa proses dan penilaian hasil akhir. Sedang uji kedua untuk pengawasan mutu (Quality Control).


v  Persyaratn pengujian organoleptik yakni:
1.    Kondisi lingkungan
       Laboratorium Uji Orgnoleptik terletak di lokasi yang tenang, bebas dari pencemaran yang dapat mengganggu panelis.
       Laboratorium harus terbagi menjadi 2 bagian : ruangan pengujian dan ruangan dapur yang dilengkapi gudang dan toilet, dengan ukuran minimal 6 x 3 m. Bilik pencicip dibuat sekatan-sekatan untuk mencegah hubungan antar panelis. Ukuran bilik pencicip 1,5 x 1 m, dengan tinggi dari lantai.
       Dalam sebuah Laboratorium minimal mempunyai 6 buah bilik pencicip untuk 6 panelis.
       Ruangan dianjurkan dilengkapi dengan AC yang dapat diatur suhu dan kelembabannya, juga dilengkapi dengan exhauster yang cukup agar ruangan bebas dari bau terutama yang berhubungan dengan pemasakan dan bumbu-bumbu.
2.    Peralatan dan perlengkapan
       Kursi yang bisa berputar dan diatur tinggi rendahnya sehingga panelis bisa rileks.
       Wastafel dan kran air yang dilengkapi dengan lap tangan dan sabun pembersih.
       Keranjang sampah yang tertutup pada setiap ruangan.
       Tissue polos tidak berwarna dan tidak berbau.
       Timbangan sederhana dengan skala 1 gr kapasitas 5 kg tahan karat dan lembab.
       pH meter, thermometer potable.
       Baki dengan tutupnya, hand bor listrik, box ikan berinsulasi, bak cuci tahan karat, tahan panas dan tidak mudah mengelupas.
       Kompor listrik dengan exhauster, pemadam api, gelas, garpu dan sendok stainless steel, piring, ember, pisau dapur, alat-alat tulis dan lainnya.
3.    Lembaran penilaian (score sheet).
       Di dalam score sheet dicantumkan spesifiksi produk yang merupakan keterangan yang jelas, singkat, tepat menyangkut sifat-sifat organoleptik.
       Spesifikasi untuk uji hedonik berbeda dengan spesifikasi untuk scoring test.
       Dalam suatu score sheet hanya terdapat: informasi, instruksi, dan responsi.
4.    Waktu pengujian
       Waktu pengujian yang baik adalah panelis tidak dalam keadaan lapar, yaitu kira-kira jam 09.00 – 11.00 dan jam 14.00 – 16.00 WIB. Keputusan diambil secepatnya ( 5 – 10 mnt) setelah pengamatan tehadap contoh.
Jumlah panelis yang dipakai dalam pengujian organoleptik minimal dalam satu kali pengujian adalah 6 orang untuk panelis standar dan 30 orang untuk panelis non standar.
Persyaratan Calon Panelis :
          Tertarik dan bersifat ingin tahu
          Siap meluangkan waktu
          Konsisten dalam mengambil keputusan
          Sehat jasmani dan rohani
          Tidak alergi dan tidak ada pantangan
Dalam uji organoleptik, dikumpulkan dengan score sheet dari panelis sesuai atribut mutu yang diperlukan, kemudian ditabulasi oleh petugas labotoratorium dan diolah memakai metode statistik. Uji skoring dengan menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 9 sebagai nilai tertinggi, batas penolakan untuk metode ini adalah ≤ 5 artinya bila produk perikanan yang di uji memperoleh nilai sama atau lebih kecil dari 5 maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus standar dan tidak bisa memeperoleh Sertifikat Mutu Ekspor (Dirjen Kelautan dan Perikanan, 2001).

2.4.3  Mikrobiologi
            Jenis bakteri khusus yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk perikanan sulit ditentukan karena banyaknya faktor lingkungan yang mempengaruhi hasil analisis. Bakteri penyebab kerusakan satu jenis ikan kemungkinan akan lain dengan penyebab kerusakan pada ikan lainnya.
            Mikroorganisme pathogen (penyabab infeksi) ataupun mikroorganisme yang dapat membentuk toksin adalah jenis-jenis mikroorganisme yang banyak mencemari produk perikanan antara lain Escherichia coli, Salmonella, Vibrio chlorae dan Staphylococcus aureus (Dirjen Kelautan dan Perikanan, 2001).

2.5  Aspek Mikrobiologi
2.5.1  Mikrobiologi Secara Umum
            Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan tentang perikehidupan makhluk-makhluk kecil yang hanya kelihatan dengan mikroskop. Mikrobiologi mencakup pengetahuan tentang virus, pengetahuan tentang bakteri, pengetahuan tentang hewan bersel satu, pengetahuan tentang jamur, terutama yang meliputi jamur-jamur rendah seperti Phycomycetes dan juga Ascomycetes serta Deuteromycetes (Dwidjoseputro, 1987).
            Salah satu anggota dari mikrobiologi adalah bakteri. Nama bakteri berasal dari Yunani “bakterion” yang berarti batang atau tongkat. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme bersel satu, tubuhnya bersifat prokariotik yaitu tubuhnya terdiri atas satu sel yang tidak mempunyai pembungkus inti.
            Bakteri berkembangbiak dengan cara membelah diri dan karena begitu kecil maka hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Bakteri walaupun bersel satu tetapi mempunyai beberapa organel yang dapat untuk melaksanakan beberapa fungsi hidup (Waluyo, 2007).

2.5.2  Mikrobiologi Pada Udang
   Menurut Hadiwiyoto (1993), bahwa udang sungai mengandung paling sedikit tiga macam bakteri yaitu Achromobacter, Alcaligenes dan Pseudomonas. Sering kali pada ekor udang terdapat bakteri golongan Nitrococcus dan Staphylococcus. Bakteri Pseudomonas dan Achromobacter merupakan bakteri pembusuk pada udang. Kedua bakteri termasuk golongan Psikrofil. Pseudomonas dapat berkembang biak meskipun suhu lingkungan 0o C, sementara itu Achromobacter masih berkembang biak pada suhu 5o C. Bakteri lain penyebab pembusukan pada udang sungai antara lain adalah Achromobacter, Bacillus, Flafobacterium, Lactobacillus, Micrococcus, Sarcina dan Staphyllococcus, meskipun proses pembusukan berlangsung lambat. Micrococcus, Sarcina dan Bacillus juga dapat menimbulkan noda-noda berwarna hitam. Pada udang sungai juga dijumpai beberapa jenis dari golongan Proteus.

2.6  Angka Lempeng Total (ALT).
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008), menyatakan bahwa Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Paling Mungkin atau Most Probable Number (MPN) yakni metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel, Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, interpretasi hasil berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml.
Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar. Angka Paling Mungkin (MPN) menggunakan media cair dengan tiga replikasi dan hasil akhir berupa kekeruhan atau perubahan warna dan atau pembentukan gas yang juga dapat diamati secara visual, dan interpretasi hasil dengan merujuk kepada Tabel MPN. Dikenal 2 cara yaitu metode 3 tabung dan metode 5 tabung. Metode kuantitatif dilakukan dengan beberapa tahap yaitu :
a)  Homogenisasi sampel.
Sebagai tahap pendahuluan dalam pengujian yang berguna untuk membebaskan sel bakteri yang mungkin terlindung partikel sampel dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin. Homogenisasi dapat dilakukan menggunakan alat seperti stainless steel blender atau stomaker. Sedang sampel bentuk cair tidak perlu menggunakan alat, cukup langsung dicampur dengan pengencer dan dikocok sampai homogen.
b)  Tahap pengenceran.
Menggunakan larutan pengencer yang berfungsi untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin kehilangan vitalitasnya karena kondisi di dalam sampel yang kurang menguntungkan. Pengenceraan suspense sampel dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung dengan mudah, hal ini akan sangat membantu terutama untuk sampel dengan cemaran yang sangat tinggi. Umumnya pengencer yang digunakan adalah peptone water 0,1%, buffer fosfat atau larutan ringers (4 kali kuat), dan peptone 0,1% plus NaCL 0,85%.
c)  Tahap pencampuran dengan media (padat/ cair).
Media padat yang digunakan umumnya adalah Plate Count Agar (PCA) atau Nutrient Agar (NA) sedangkan untuk inokulasi homogenat sampel ke dalam media, tergantung dengan metode yang telah dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada dalam sampel. Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain seperti glukosa untuk Enterococcus, atau serum untuk Mycoplasma dan egg yolk. Untuk bakteri tertentu misalnya yang tidak tahan panas terutama untuk pencampuran dengan media dengan suhu kira-kira 450C, dilakukan dengan metode sebar atau tetes dan suhu inkubasi rendah (misal. bakteri Psychrotroph dan Psychrophiles).
d)  Tahap inkubasi dan pengamatan.
Inkubasi dilakukan pada suhu dan lama yang sesuai dan kondisi dibuat sedemikian rupa disesuaikan dengan sifat mikroba (kondisi aerob atau anaerob) :
· 0 -10ºC untuk bakteri Psikrotrof dan Psikrofil
· 20-32ºC untuk bakteri Saprophtic mesophiles
· 35-37ºC (atau 45ºC) untuk bakteri parasites mesofil
· 55-63ºC atau lebih tinggi untuk bakteri Termofilik
e)  Interpretasi hasil.
Pada metode kualitatif dilakukan perbanyakan (enrichment pengkayaan) terlebih dahulu dari sel mikroba yang umumnya dalam jumlah yang sangat sedikit dan bahkan kadang-kadang dalam kondisi lemah. Ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu tahap pengkayaan (enrichment), tahap isolasi pada media selektif, tahap identifikasi dengan reaksi biokimia, dan dilanjutkan dengan analisa
antigenik atau serologi atau immunologi dan bila diperlukan dapat juga dilakukan identifikasi DNA bakteri dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

2.7  Escherichia coli
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), menyatakan bahwa Escherichia coli merupakan flora normal saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri tersebut dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup diluar usus, misalnya pada infeksi saluran kemih, infeksi luka dan mastitis. Escherichia coli termasuk basil coliform, merupakan flora komensal yang paling banyak pada usus manusia dan hewan, hidup aerobik maupun fakultatif aerobik. Bakteri Escherichia coli termasuk dalam gram negatif, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fibria dan bersifat motile, bisa hidup pada kisaran suhu 44,5ºC, merupakan indikator cemaran air dan oleh tinja.
Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10 – 44,5ºC, dengan suhu optimum 37ºC. pH minimum pada 4,0 dan maksimum pada pH 9,0, nilai aw minimum untuk pertumbuhan Escherichia coli adalah 0,96. Bakteri ini relative sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan.
Escherichia coli merupakan flora normal di dalam saluran pencernaan hewab dan manusia yang mudah mencemari air. Oleh karena itu, kontaminasi bakteri ini pada makanan biasanya berasal dari kontaminasi air yang digunakan. Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh bakteri ini diantaranya daging ayam, daging sapi, daging babi selama penyembelihan, ikan dan makanan hasil laut lainnnya, sayur, buah-buahan, serta minuman seperti susu dan lainnya. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika, biasanya digunakan sebagai vector untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Bakteri ini dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.

2.8  Salmonella
            Bakteri Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi, jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Salmonella merupakan salah satu  genus dari enterobacteriaceae, berbentuk batang gram negatif, anaerobik fakultatif dan aerogenik. Biasanya bersifat motile dan mempunyai flagella peritrikus kecuali Salmonella gallinarum-pullorum yang selalu bersifat non-motile (Supardi dan Sukamto, 1999).
            Salmonella hidup secara aneorobik fakultatf, bakteri ini tidak dapat berkomperisi secara baik dengan mikroba-mikroba yang umum terdapat di dalam makanan. Bakteri yang termasuk dalam genus Salminella tidak dapat dibedakan hanya dari sifat-sifat biokimia dan morfologinya. Oleh karena itu perlu diidentifikasikan secara serologik.
            Menurut Supardi dan Sukamto (1999), menyatakan bahwa Salmonella mungkin dalam makanan dalam jumlah yang tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar gejala timbulnnya infeksi pada orang yang menelan makanan tersebut, dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi.
            Makanan-makanan yang sering terkontaminasi Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya. Manusia dan hewan merupakan sumber kontaminasi Salmonella secara langsung maupun tidak langsung. Bakteri ini dapat berasal dari manusia atau hewan yang terserang Salmonellosis, atau dari pembawa (carrier) bakteri tersebut (Supardi dan Sukamto, 1999).
            Salmonellosis  adalah suatu infeksi yang kadang-kadang fatal, terutama menyerang bayi atau hewan-hewan muda yang berumur kurang dari 1 tahun. Gejala infeksi Salmonella dimulai dari masuknya sejumlah sel Salmonella ke dalam saluran pencernaan dan masuk ke dalam saluran usus. Sel-sel Salmonella kadang-kadang dapat menembus sistem pertahanan mucosal dan limpatik, dan dapat mencapai saluran darah sehingga dapat menyebabkan bakterimia atau abses (Supardi dan Sukamto, 1999).

2.9.1  Pengujian Angka Lempeng Total (ALT)
            Pengujian ALT dimaksudkan untuk mengetahui jumlah total mikroorganisme yang ada pada suatu bahan makanan. Prinsip dari penentuan Angka Lempeng Total (ALT) menurut SNI 01-2332.3-2006 adalah setelah sampel diinkubasikan dalam media agar pada suhu 35°C ± 1°C selama 24 jam sampai 48 jam ± 1 jam, mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu media agar, maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung.
Penentuan Angka Lempeng Total dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, metoda cawan agar tuang/pour plate yaitu dengan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Kedua, metode cawan agar sebar/spread plate yaitu dengan menuangkan terlebih dahulu media agar ke dalam cawan  petri kemudian contoh diratakan pada permukaan agar dengan menggunakan batang gelas bengkok. Menurut SNI 01-2332.3-2006 tahap dalam pengujian ALT dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.9.2  Pengujian Escherichia coli
            Menurut Supardi dan Sukamto (1999), menyatakan bahwa Escherichia coli merupakan flora normal saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri tersebut dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup diluar usus, misalnya pada infeksi saluran kemih, infeksi luka dan mastitis. Escherichia coli termasuk basil coliform, merupakan flora komensal yang paling banyak pada usus manusia dan hewan, hidup aerobik maupun fakultatif aerobik. Bakteri Escherichia coli termasuk dalam gram negatif, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fibria dan bersifat motile, bisa hidup pada kisaran suhu 44,5ºC, merupakan indikator cemaran air dan oleh tinja. Menurut SNI 01-2332.1-2006 pengujian Escherichia coli dapat dilihat pada Lampiran 3.
           
2.9.3  Pengujian Salmonella
            Bakteri Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi, jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Salmonella merupakan salah satu  genus dari enterobacteriaceae, berbentuk batang gram negatif, anaerobik fakultatif dan aerogenik (Supardi dan Sukamto, 1999).
            Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5 - 47ºC, dengan suhu optimum 35-37ºC. Salmonella dapat tumbuh pada pH 4,1-9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5. Salmonella hidup secara anaerobic fakultatif, bakteri ini tidak dapat berkompetisi secara baik dengan mikroba yang umum terdapat di dalam makanan (Supardi dan Sukamto, 1999). Tahapan pengujian Salmonella menurut SNI 01-2332.2-2006 dapat dilihat pada Lampiran 4.

lab pengujian mutu hasil perikanan iso 17025


2.1 Laboratorium Pengujian Mutu
Laboratorium adalah tempat atau ruangan dimana para ilmuwan bekerja dengan peralatan untuk penyelidikan dan pengujian terhadap suatu bahan atau benda. Sedangkan menurut ISO/IEC Guide 2 1986 laboratorium adalah instansi/lembaga yang melaksanakan kalibrasi dan atau pengujian. Sementara Pengujian adalah kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk, bahan, peralatan, organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (Procter 1981, dalam Surono 2006).
2.1.1 Tugas dan Fungsi Laboratorium Pengujian Mutu
Tugas laboratorium pengujian yakni melaksanakan sebagian tugas Dinas Perikanan dan Kelautan di bidang teknis pengelolaan, pelaksanaan pengujian mutu hasil perikanan serta penyebaran teknologi hasil perikanan (Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 131 Tahun 2008). Dan Untuk melaksanakan tugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan mempunyai fungsi:
1)    Penyusunan rencana dan prasarana kegiatan pengujian mutu hasil perikanan ;
2)    Pengelolalaan dan pemeliharaan sarana untuk pengujian mutu hasil perikanan
3)    Pelaksanaan pengujian dan pengawasan mutu hasil perikanan ;
4)    Pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan dan sertifikasi mutu hasil perikanan ;
5)    Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

2.1.2 Jenis-jenis Laboratorium Pengujian Mutu
Berdasarkan kemampuan pengujian yang dilakukan oleh laboratorium maka laboratorium dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni laboratorium organoleptik yang menguji sifat fisika (bobot tuntas, suhu pusat, pemeriksaan kemasan kaleng, filth) dan organoleptik atau sensori dari sampel, laboratorium mikrobiologi yang menguji atau mengidentifikasi mikroorganisme patogen, sifat maupun karakteristiknya, dan laboratorium kimia yang menguji atau menganalisis kandungan dari bahan-bahan kimia dalam sampel misalnya logam berat, antibiotik, histamin, TVB-N, proksimat, dan lain-lain (Dinas kelautan Jawa Tengah, 2008).
Selain itu jenis laboratorium pengujian mutu berdasarkan eksistensinya  dapat dibedakan menjadi empat jenis, yakni laboratorium permanen yaitu laboratorium yang melakukan pengujian pada suatu lokasi yang teteap atau bangunan atau permanen untuk jangka waktu lebih dari tiga tahun. Laboratorium non permanen yaitu laboratorium yang tidak memiliki laboratorium secara fisik, tetapi melakukan pengujian, pengukuran dan penetapan karakteristik atau penampilah bahan atau produk tertentu. Dan laboratorium bergerak yaitu laboratorium dalam bentuk mobil yang dilengkapi dengan peralatan lengkap atau kontruksi tertentu dengan maksud mudah dipindahkan. Serta laboratorium lapangan yaitu laboratorium pengujian yang dibagun di dalam  suatu area tertentu dalam jangka waktu sampai penyelesaian kontrak (Siregar, 2007).
2.2 Laboratorium Pengujian Kimia
Laboratorium pengujian kimia hasil perikanan adalah laboratorium yang menguji atau menganalisis kandungan dari bahan kimia dari sampel, misalnya . histamin, antibiotik, protein, TVB/TMA, kadar garam dan sebagainya (Dinas kelautan Jawa Tengah, 2008)

2.2.1 Jenis Pengujian dalam Laboratorium Pengujian Kimia
Standar pengujian kimia untuk produk perikanan antara lain: penentuan kadar abu, kadar air, kadar histamin, kadar logam berat Cadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), kadar lemak total, kadar protein dengan metode total nitrogen, tetracycline dan derivatnya dalam udang dan ikan secara kromatografi cara kinerja tinggi, kadar Total Volatile Base (TVB) dan Trimethylamine (TTMA) secara Conway,  dan abu tak larut asam (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no.61/MEN/2009)
2.2.2 Sarana dan Prasarana Laboratorium Pengujian Kimia
            Sarana dan prasarana laboratorium sangat dibutuhkan sebagai penunjang kelancaran operasional kegiatan di laboratorium. Dengan adanya sarana dan prasarana tersebut diharapkan kegiatan dalam laboratorium dapat berjalan lancar. Dinas kelautan Jateng (2008) menjelaskan sarana dan prasarana laboratorium pengujian kimia meliputi ruang preparasi, ruang instrument, ruang asam, ruang pelalatan glassware.
2.3 Pengelolaan Laboratorium Pengujian Kimia
Pengelolaan merupakan suatu proses pendayagunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu sasaran yang diharapkan secara optimal dengan memperhatikan keberlanjutan fungsi sumber daya (Setiawan, 2006).           Ditambahkan oleh Putra (2011) bahwa pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. Berdasarkan definisi di atas maka pengelolaan laboratorium kimia adalah proses pendayagunaan sumber daya dalam laboratorium kimia secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan yaitu keakuratan hasil pengujian di dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keabsahan hasil pengujian.
Pada dasarnya pengelolaan laboratorium merupakan tanggung jawab bersama baik pengelola maupun pengguna. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat harus memiliki kesadaran dan merasa terpanggil untuk mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Mengatur dan memelihara laboratorium merupakan upaya agar laboratorium selalu tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu bekerja di laboratorium dan penangannya bila terjadi kecelakaan. Para pengelola laboratorium hendaknya memiliki pemahaman dan keterampilan kerja di laboratorium, bekerja sesuai tugas dan tanggung jawabnya, dan mengikuti peraturan (Setiawan, 2006).
            Untuk mengelola suatu laboratorium dibutuhkan sistem manajemen yang tepat agar kegiatan didalam laboratorium berjalan dengan lancar. Sistem manajemen tersebut yaitusistem manajemen mutu yang mengacu pada ISO 9000:2008.
2.3.1    Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah memutuskan di depan tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana melaksanakannya, kapan dilaksanakan, dan siapa yang melaksanakannya (Nasution, 2005). Ditambahkan lagi oleh Panglaykim dan Tanzil (1991) bahwa perencanaan adalah menentukan garis-garis besar untuk dapat memulai pekerjaan. Dimana kebijaksanaan ditentukan dan rencana kerja disusun. Selain itu perencanaan adalah mengatur segala sesuatu yang telah difikirkan sebelumnya, mengadakan rencana yang sedapat mungkin menghindarkan rintangan yang dapat terjadi. Untuk itu dalam manajemen mutu dibutuhkan langkah-langkah untuk pendekatan untuk menyusun dan menerapkan suatu system manajemn mutu, yaitu menentukan kebutuhan dan harapan pelanggan dan pihak yang berkepentingan, menetapkan kebijakan mutu dan sasaran organisasi, menentukan proses dan tanggung jawab yang diperlukan untuk mencapai sasaran mutu, menentukan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran mutu, menetapakan metode untuk mengukur efektivitas dan efisiensi tiap proses, menerapkan pengukuran ini untuk menentukan efektivitas dan efisiensi tiap proses, menentukan sarana pencegahan ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab kerusakan, menetapkan dan menerapkan proses perbaikan berkesinambungan dari system manajemen mutu (ISO 9000:2008).
Fungsi perencanaan adalah sebagai pengarah, untuk meminimalisasi ketidakpastian, untuk meminimalisasi pemborosan sumber daya dan untuk penetapan standar dalam pengawasan kualitas (Nurimaya, 2009).
2.3.2    Pengorganisasian
            Organisasi atau pengorganisasian dirumuskan sebagai keseluruhan aktivitas manajemen dalam mengelompokkan orang-orang serta, penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan terciptanya aktivitas-aktivitas yang berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu (Manullang, 1996). Griffin (2009) menyatakan pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. Dijelaskan dalam ISO 9000:2008 bahwa fungsi dari kepemimpinan dalam sistem manjemen yaitu dapat menetapkan dan memelihara kebijakan mutu dan sasaran mutuorganisasi, mempromosikan kebijakan mutu dan sasaran mutu organisasi, memastikan fokus pada persyaratan pelanggan diseluruh organisasi, memastikan ahwa proses yang sesuai diterapkan dan memungkinkan persyaratan pelanggan dan pihak lain yang berkepentingan dipenuhi dan sasaran mutu tercapai, memastikan bahwa suatu sitem manajemen mutu yang efektif dan efisien telah ditetapkan, diimplementasikan dan dipelihara untuk mencapai sasaran mutu, memastikan tersedianya sumber daya yang diperlukan, meninjau sistem manajemen mutu secara periodik, memutuskan tindakan yang berkenaan dengan kebijakan mutu dan sasaran mutu serta memutuskan tindakan bagi perbaikan sistem manajemen.
Organisasi membutuhkan struktur organisasi dan uraian tugas yang jelas. Struktur organisasi dimaksudkan agar memberikan kejelasan tentang kedudukan, fungsi, kewenangan, dan tata kerja yang berlaku di dalamnya. Uraian tugas yang jelas dimaksudkan untuk memastikan adanya pendelegasian wewenang, batas tanggung jawab, tugas dan fungsi. Perangkapan jabatan dan konflik pribadi dalam organisasi harus dihindarkan, karena akan memperlemah pengendalian manajemen (Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P. 67/Mentri Kehutanan-II/2009). Nina (2008) menambahkan kegiatan-kegiatan dalam fungsi pengorganisasian dalam manajemen antara lain mengalokasikan sumber daya, merumuskan dan menetapkan tugas dan menetapkan prosedur yang diperlukan, menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggung jawab dan kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang tepat.


2.3.3    Pelaksanaan
Dalam melaksanakan tugas demi tercapainya tujuan, para karyawan atau pekerja harus tahu tugasnya masing-masing. Dalam hal ini yang mengambil tugas atau tindakan adalah manajer. Tindakan-tindakan yang perlu dilakuklan adalah kepemimpinan, perintah, intruksi dan nasehat. Inti dari pelaksanaan ini adalah menggerakkan seseorang untuk beraksi atau bekerja (Panglaykim dan Tanzil. 1991). Pelaksanaan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership) (Griffin, 2009).
Proses manajemen yaitu kumpulan kegiatan yang saling terkait atau saling interaksi yang mengubah masukan menjadi keluaran. Yang terpenting lagi dari pelaksanaan ini yaitu kepuasan pelanggan yang diidentifiaksi melalui keluhan pelanggan sebagai indicator umum dari rendahnya kepuasan pelanggan, tetapi ketiadaannya tidak selalu menyiratkan kepuasan pelanggan, tetapi ketidakadaanya tidak selalu meyiratkan kepuasan pelanggan yang tinggi (ISO 9000:2008).
Kebijakan mutu merupakan arahan secara menyeluruh sebuah organisasi yang terkait dengan mutu. Biasanya kebijakan mutu konsisten dengan kebijakan menyeluruh organisasi dan memberikan kerangkan kerja bagi penetapan sasaran mutu. Prinsip manajemen mutu yang disajikan dalam standar ini dapat merupakan dasar bagi penetapan kebijakan mutu (ISO 9000:2008).
Konsep yang berkaitan dengan pelaksanaan dalam manajemen mutu yaitu: Organisasi merupakan kelompok orang dan fasilitas dengan pengaturan tanggung jawab, wewenang dan interelasi berhubungan langsung dengan pihak yang berkepentingan yaitu orang yang memilki kepentingan pada kinerja atau keberhasilan organisasi, kemudian melakukan pengaturan tanggung jawab, hubungan dan wewenag antar orang dan  mendayagunakan prasarana yaitu sistem dari fasilitas, peralatan dan jasa yang diperlukan untuk mengoperasikan sebuah organisasi, dari sini kemudian menetapkan lingkungan kerja yaitu kondisi yang tepat untuk pekerjaan dilakukan (ISO 9000:2008).
2.3.4    Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksinya bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rancangan semula (Manullang, 1992).  Dalam ISO 9000:2008 dijelaskan untuk pengawasan dilakukan evaluasi terhadap proses tersebut yakni melakukan serangkaian pertanyaan yang berkaiatan dengan tiap proses yang dinilai dengan menidentifikasi proses tersebut baik itu penetapan proses, tanggung jawab prosedur dan keefektifan untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Selain itu juga dilakukan audit untuk menentukan tingkat pemenuhan persyaratan sistem manajemen mutu. temuan audit digunakan untuk mengakses efektifitas manajemen mutu dan mengidentifikasi peluang perbaikan.
Manajer pada umumnya dianggap perlu mengecek apa yang telah dilakukan untuk memastikan apakah pekerjaan orang-orangnya berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau tidak. Selanjutnya Sarwoto (1991), menyatakan bahwa pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Menurut Panglaykim dan Tanzil (1986), bahwa pengawasan adalah mengawasi dan meneliti agar semua usaha dijalankan dalam garis-garis yang ditetapkan oleh pucuk pimpinan dan menuju kepada tujuan yang dikehendaki.
Pengawasan adalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar (Griffin, 2009). Menurut Bayu (2009), bahwa controlling atau pengawasan sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula.
2.4 Pengertian ISO 17025 : 2008   
ISO (international Organisation for Standarditition) 17025:2008 merupakan suatu pedoman untuk laboratorium pengujian dan kalibrasi yang berisi semua persyaratan yang harus dipenuhi apabila laboratorium tersebut ingin mendemonstrasikan bahwa laboratorium tersebut mengoperasikan sistem manajemen, secara teknis kompeten, dan mampu menyajikan hasil yang secara teknis abash. Standar ini digunakan oleh laboratorium untuk mengembangkan sistem manajemen untuk kegiatan mutu, administrasi dan teknis. Pelanggan (customer) laboratorium, regulator dan badan akreditasi dapat juga menggunakannya dalam melakukan konfirmasi atau mengakui kompetensi laboratorium. Namun, standar ini tidak ditujukan sebagai dasar sertifikasi laboratorium. Ditambahkan lagi oleh Siregar (2007) bahwa laboratorium pengujian yang telah mantap menerapkan persyaratan berdasarkan ISO 17025 yang meliputi persyaratan manajemen dan persyaratan teknis dapat mengajukan permohonan untuk diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standardisasi Nasional (BSN).  Beberapa persyaratan umum kompetensi laboratorium sesuai dengan ISO 17025:2008 antara lain :
2.4.1    Persyaratan Manajemen     
            Persyaratan manajemen kompetensi laboratorium pengujian dan atau laboratorium kalibrasi mencakup 15 belas sub yaitu organisasi, sistem manajemen, pengendalian dokumen, kaji ulang permintaan, tender dan kontrak, subkontrak pengujian dan kalibrasi, pembelian jasa dan perbekalan, pelayanan kepada pelanggan, pengaduan, pengendalian pekerjaan pengujian dan/atau kalibrasi yang tidak sesuai, peningkatan, tindakan perbaikan, tindakan pencegahan, pengendalian rekaman, audit internal dan kaji ulang manajemen.
            Di dalam organisasi dijelaskan bahwa laboratorium harus merupakan suatu kesatuan yang secara legal dapat dipertanggungjawabkan. Untuk sistem manajemen bahwa laboratorium harus menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen yang sesuai dengan lingkup kegiatannya. Selanjutnya di dalam pengendalian dokumen dijelaskan bahwa laboratorium harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengendalikan semua dokumen yang merupakan bagian dari sistem manajemen.
            Untuk kaji ulang permintaan, tender dan kontrak dijelaskan bahwa laboratorium harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk kaji ulang permintaan, tender dan kontrak. Selanjutnya di dalam subkontrak pengujian dan kalibrasi tercantum bahwa apabila laboratorium mensubkontrakkan pekerjaan karena keadaan yang tak terduga atau berdasarkan kelanjutan, pekerjaan ini harus diberikan kepada subkontraktor yang kompeten.
            Dalam pembelian jasa dan perbekalan disebutkan bahwa laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk memilih dan membeli jasa dan perbekalan yang penggunaannya mempengaruhi mutu pengujian dan/atau mutu kalibrasi. Selanjutnya di dalam hal pelayanan kepada pelanggan dijelaskan bahwa laboratorium harus mengupayakan kerja sama dengan pelanggan atau perwakilannya untuk mengklarifikasi permintaan pelanggan dan untuk memantau unjuk kerja laboratorium sehubungan dengan pekerjaan yang dilaksanakan, dengan tetap menjaga kerahasiaan terhadap pelanggan lainnya.
            Selanjutnya di dalam hal pengaduan bahwa laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan pengaduan yang diterima dari pelanggan atau pihak lain.  Di dalam pengendalian pekerjaan pengujian dan/atau kalibrasi yang tidak sesuai, laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang harus diterapkan bila terdapat aspek apapun dari pekerjaan pengujian dan/atau kalibrasi yang dilakukan, atau hasil yang diperoleh, tidak sesuai dengan prosedur, atau persyaratan pelanggan yang telah disetujui.
            Untuk masalah peningkatan dijelaskan bahwa laboratorium harus meningkatkan efektivitas sistem manajemen secara berkelanjutan melalui penggunaan kebijakan mutu, sasaran mutu, hasil audit, analisis data, tindakan perbaikan dan pencegahan serta kaji ulang manajemen. Di dalam tindakan perbaikan laboratorium harus menetapkan kebijakan dan prosedur serta harus memberikan kewenangan yang sesuai untuk melakukan tindakan perbaikan bila pekerjaan yang tidak sesuai atau penyimpangan kebijakan dan prosedur di dalam sistem manajemen atau kegiatan teknis telah diidentifikasi.
            Di dalam tindakan pencegahan dijelaskan bahwa peningkatan yang dibutuhkan dan sumber potensi ketidaksesuaian, baik teknis  maupun berkaitan dengan sistem manajemen, harus diidentifikasi. Selanjutnya untuk pengendalian rekaman dijelaskan bahwa laboratorium harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk identifikasi, pengumpulan, pemberian indek, pengaksesan, pengarsipan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan rekaman mutu dan rekaman teknis. Untuk audit internal dijelaskan bahwa laboratorium harus secara periodik, dan sesuai dengan jadwal serta prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, menyelenggarakan audit internal untuk memverifikasi kegiatan agar berlanjut sesuai dengan persyaratan sistem manajemen dan standar ISO 17025:2008.
 Persyaratan manajemen yang terakhir adalah kaji ulang manajemen, dijelaskan bahwa manajemen puncak laboratorium harus secara periodik menyelenggarakan kaji ulang pada sistem manajemen laboratorium dan kegiatan pengujian dan/atau kalibrasi yang dilakukan untuk memastikan kesinambungan kecocokan dan efektivitasnya, dan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan yang diperlukan.
Dalam Pelaksanaannya Persyaratan Manajemen yang berpengaruh langsung terhadap pengujian yaitu Organisasi dan Subkontrak pengujian. Karena persyaratan Manajemen yang lain tidak berpengaruh langsung terhadap pengujian dan cakupannya luas.
1)    Organisasi
Untuk memenuhi tujuan mutu dan penerapan kebijakan mutu, suatu organisasi manajemen mutu harus didesain dan dikembangkan sedemikian, agar faktor teknis, administrasi dan manusia yang mempengaruhi hasil pengujian dan layanannya berada dibwah kendali. Pengendalian dapat dilakukan melalui struktur organisasi. Desain dan struktur organisasi laboratorium terdiri atas menetapkan pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab serta hubungan hierarki untuk melakukan pekerjaan itu (Siregar, 2007).
Struktur Organisasi dapat dikembangkan dalam tiga tingkat, yaitu tingkat puncak, menengah dan garis depan. Manajemen tingkat puncak yaitu manajemen puncak bertanggung jawab untuk perencanaan menyeluruh, penerapan, dan pemfungsian sistem manajemen mutu yang efektif. Manajemen tingkat menengah kebanyakan adalah kepala bagan/unit fungsional, yaitu manajer teknis,manajer mutu beserta deputinya, yang bertanggung jawab mendesain dan menerapkan kegiatan yang berhubungan dengan mutu dalam bidang fungsi mereka untuk menghasilkan pengujian/pelayanan yang diinginkan. Manajemen garis depan terdiri atas personil penyelia yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam berbagai tahap proses pengujian. Setiap personil individu laboratorium pengujian hendaknya memahami lingkup, tanggung jawab, kewenangan, fungsi mereka, dan dampak mereka pada mutu hasil pengujian (Siregar, 2007).
2)    Subkontrak Pengujian
Suatu laboratorium dapat mensubkontrakkan pengujian apabila bebean kerja yang terlalu berat, karena jumlah sampel yang besar untuk diuji dalam waktu yang terbatas. Membutuhkan keahlian tertentu atau yang lebih baik. Ketidakmampuan sementara, karena jumlah peralatan pengujian yang belum mencukupi atau adanya pelatan yang rusak atau jumlah personil yang tidak memadai, karena berhalangan dan sebagainya serta melanjutkan pekerjaan pengujian melalui subkontrak permanen (Siregar, 2007).
Pekerjaan pengujian yang disubkontrakkan diberikan kepada laboratorium yang kompeten, yaitu yang telah diakreditasi oleh sesuai standar ISO 17025:2008. Beberapa ketentuan laboratorium subkontraktor antra lain laboratorium harus memiliki suatu prosedur terdokumentasi yang efektif untuk mengevaluasi dan memilih laboratorium subkontraktor. Laboratorium harus bertanggung jawab dalam pemantauan mutu laboratorium dan memastikan bahwa laboratorium subkontraktor mampu melakukan pengujian yang diminta. Pengaturan laboratorium subkontraktor harus dikaji ulang  secara berkala. Laboratorium pensubkontrak harus memelihara daftar laboratorium subkontraktor yang digunakan dan semua sampel yang disubkontrakkan. Serta bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hasil dan temuan pengujian subkontraktor diberikan kepada contumer yang membuat permintaan pengujian (Siregar, 2007)
2.4.2    Persyaratan Teknis
            Persyaratan teknis kompetensi laboratorium pengujian dan atau laboratorium kalibrasi mencakup 10 sub yaitu umum, personil, kondisi akomodasi dan kondisi lingkungan, metode pengujian, metode kalibrasi dan validasi metode, peralatan, ketertelusuran pengukuran, pengambilan contoh/sampel, penanganan barang yang diuji dan dikalibrasi, jaminan mutu hasil pengujian dan hasil kalibrasi, serta pelaporan hasil. 
            Di sub bagian umum dijelaskan bahwa berbagai faktor menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian dan/atau kalibrasi yang dilakukan oleh laboratorium. Faktor tersebut meliputi faktor manusia, kondisi akomodasi dan lingkungan, metode pengujian dan metode kalibrasi dan validasi  metode, peralatan, ketertelusuran pengukuran, pengambilan contoh dan penanganan barang yang diuji dan dikalibrasi. Laboratorium harus memperhitungkan faktor tersebut dalam mengembangkan metode dan prosedur pengujian dan prosedur kalibrasi, dalam pelatihan dan kualifikasi personil, dan dalam pemilihan dan kalibrasi peralatan yang digunakan.
            Di dalam hal personil dijelaskan bahwa manajemen laboratorium harus memastikan kompetensi semua personil yang mengoperasikan peralatan tertentu, melakukan pengujian, mengevaluasi hasil dan menandatangani laporan pengujian dan sertifikat kalibrasi. Untuk hal kondisi akomodasi dan kondisi lingkungan dijelaskan bahwa fasilitas laboratorium untuk pengujian dan/atau kalibrasi, termasuk sumber energi, kondisi penerangan dan lingkungan, harus sedemikian rupa sehingga mampu memfasilitasi kebenaran unjuk kerja pengujian dan/atau kalibrasi.
            Untuk metode pengujian, metode kalibrasi dan validasi metode dijelaskan bahwa laboratorium harus menggunakan metode dan prosedur yang sesuai untuk semua pengujian dan/atau kalibrasi di dalam lingkupnya. Selanjutnya untuk hal peralatan disebutkan bahwa laboratorium harus mempunyai semua peralatan dan perlengkapan untuk pengambilan contoh/sampel, peralatan pengukuran dan pengujian yang diperlukan untuk melaksanakan pengujian dan/atau kalibrasi dengan benar.
            Ketertelusuran pengukuran menjelaskan bahwa semua peralatan yang digunakan untuk pengujian dan/atau kalibrasi, termasuk untuk pengukuran kondisi lingkungan yang mempunyai pengaruh yang signifikan pada akurasi atau keabsahan hasil pengujian, kalibrasi atau pengambilan contoh/sampel harus dikalibrasi sebelum mulai digunakan. Untuk pengambilan contoh/sampel dijelaskan bahwa laboratorium harus mempunyai rencana pengambilan contoh dan prosedur untuk  pengambilan contoh bila melaksanakan pengambilan contoh substansi, bahan, atau produk yang kemudian diuji atau dikalibrasi.
            Dalam hal penanganan barang yang diuji dan dikalibrasi dijelaskan bahwa laboratorium harus mempunyai prosedur untuk transportasi, penerimaan, penanganan, perlindungan, penyimpanan, retensi dan/atau pemusnahan barang yang diuji dan /atau dikalibrasi, termasuk semua upaya yang diperlukan untuk melindungi integritas barang yang diuji atau dikalibrasi, dan untuk perlindungan kepentingan laboratorium dan pelanggan.
Untuk  jaminan mutu hasil pengujian dan hasil kalibrasi dijelaskan bahwa laboratorium harus mempunyai prosedur pengendalian mutu untuk memantau keabsahan pengujian dan kalibrasi yang dilakukan. Selanjutnya persyaratan teknis yang terakhir adalah pelaporan hasil, di dalam pelaporan hasil dijelaskan bahwa hasil setiap pengujian, kalibrasi, atau rangkaian pengujian atau kalibrasi yang dilakukan oleh laboratorium harus dilaporkan secara akurat, jelas, tidak membingungkan dan obyektif, dan sesuai dengan setiap instruksi spesifik dalam metode pengujian atau metode kalibrasi.
Dijelaskan dalam  ISO 17025:2008  tentang persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi, salah satunya adalah tentang pengorganisasian, antara lain: Mempunyai personil manajerial dan teknis, disamping tanggung jawabnya yang lain, memiliki kewenangan dan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, termasuk penerapan, pemeliharaan dan peningkatan sistem manajemen, dan untuk mengidentifikasi kejadian penyimpangan dari sistem manajemen atau dari prosedur untuk melaksanakan pengujian dan/atau kalibrasi, dan untuk memulai tindakan untuk mencegah atau meminimalkan penyimpangan tersebut; Memiliki pengaturan untuk menjamin bahwa manajemen dan personilnya bebas dari setiap pengaruh dan tekanan komersial, keuangan dan tekanan internal dan eksternal yang tidak diinginkan serta tekanan lainnya yang dapat berpengaruh negatif terhadap mutu kerja mereka; Memiliki kebijakan dan prosedur untuk memastikan adanya perlindungan atas kerahasiaan informasi dan hak kepemilikan pelanggan, termasuk prosedur untuk melindungi penyimpanan dan penyampaian hasil secara elektronik; Memiliki kebijakan dan prosedur untuk menghindari keterlibatan dalam setiap kegiatan yang akan mengurangi kepercayaan pada kompetensi, ketidakberpihakan, integritas pertimbangan dan operasionalnya; Menetapkan stuktur organisasi dan manajemen laboratorium, kedudukannya di dalam organisasi induk, dan hubungan antara manajemen mutu, kegiatan teknis dan jasa penunjang; Menentukan tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil yang mengelola, melaksanakan atau memverifikasi pekerjaan yang mempengaruhi mutu pengujian dan/atau kalibrasi; Melakukan penyeliaan yang memadai pada staf pengujian dan kalibrasi, termasuk personil yang dilatih oleh personil yang memahami metode dan prosedur, maksud dari tiap pengujian dan/atau kalibrasi, dan penilaian terhadap hasil pengujian atau kalibrasi; Memiliki manajemen teknis yang sepenuhnya bertanggung jawab atas kegiatan teknis dan ketentuan sumber daya yang diperlukan untuk menjamin mutu yang dipersyaratkan dalam kegiatan laboratorium; Menunjuk seorang staf sebagai manajer mutu (atau apapun namanya) yang, disamping tugas dan tanggung jawabnya yang lain, harus mempunyai tanggung jawab dan kewenangan tertentu untuk memastikan sistem manajemen yang terkait dengan mutu diterapkan dan diikuti setiap waktu; manajer mutu harus mempunyai akses langsung ke pimpinan tertinggi yang membuat keputusan terhadap kebijakan atau sumber daya laboratorium; Menunjuk deputi untuk personil inti manajemen;
Memastikan bahwa personil menyadari relevansi dan pentingnya kegiatan mereka dan bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam pencapaian tujuan sistem manajemen.
Dalam ISO 17025:2008 juga menjelaskan berbagai faktor yang menentukan kebenaran dan kehandalan dalam pelaksanaan pengujian dan/atau kalibrasi yang dilakukan oleh laboratorium. Faktor tersebut meliput faktor personil, kondisi akomodasi dan lingkungan, metode pengujian dan metode kalibrasi dan validasi metode, peralatan, ketertelusuran pengukuran, pengambilan contoh dan penanganan barang yang diuji:
1)    Personil
Laboratorium pengujian harus mempunyai personil yang cukup dalam jumlah dan memenuhi teknis dan kompetensi. Selain pengalaman profesional, kualifikasi personil yang dipersyaratkan diperoleh melalui pelatihan internal dan eksternal berorientasi tugas dan pekerjaan. Metode pengujian teknik tinggi yang diterapkan oleh personil yang tidak berpengalaman atau tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan masalah serius bagi laboratorium dan masyarakat disebabkan hasil yang salah dan salah menafsirkan (Siregar, 2007).
Dalam laboratorium pengujian terdapat dua golongan besar personil yaitu personil penguji dan personil non penguji. Personil penguji yaitu personil yang berkaitan langsung dengan proses pengujian, biasanya disebut personil inti. Personil inti terdiri atas kepala laboratorium, disebut juga manajer puncak, manajer mutu, deputi manajer mutu, manajer teknis, dputi manajer teknis, penyelia, penguji, pengambi sampel dan penerima sampel. Sedangkan personil non penguji ialah personil administrasi dan teknis (Siregar, 2007).
Untuk personil yang terdapat dalam laboratroium pengujian antara lain sebagai berikut. Penyelia adalah seorang personil penguji senior dan dianggap paling kompeten diantara personil penguji dalam bidang pengujian atau pengujian produk tertentu yang bertugas dan bertanggung jawab sebagai pengawas pelaksana teknis pengujian dalam bidang tertentu. Penyelia merupakan suatu kedudukan penting antara personil penguji yang bekerja dimeja praktik dan staf manajemen. Karena itu ia harus menerima tanggung jawab utama terhadap personil penguji terhadap dan organisasi laboratorium. Penilaian langsung unjuk kerja personil secara terus menerus dan penilaian awal dari berbagai tindakan personil adalah salah satu fungsi penting dari penyelia. Jumlah penyelia didasarkan pada jumlah personil penguji. Biasanya seorang penyelia memimpin minmal lima orang personil penguji. Penyelia diangkat setelah mempunyai pengalaman dalam bidang pengujian yang diawasinya dan telah berijazah S1 yang relevan dengan bidang pengujian laboratorium tersebut (Siregar, 2007).
Sedangkan personil penguji yang bekerja dimeja praktik melakukan pengujian/analis karekteristik atau parameter tertentu dari suatu sampel berdasarkan metode/prosedur atau intruksi kerja yang telah ditetapkan. untuk persyaratan personil penguji yaitu sedikitnya setiap penguji wajib mengerti pentingnya program jaminan mutu dan membuat jaminan mutu itu berhasil. personil hendaknya mengetahui sumber kesalahan yang mungkin dalam tugas yang ditetapkan, melaporkan pengujian yang dilakukan, mematuhi peraturan keaamanan dan kerumahtanggaan dan menggunakan pertimbangan dan perhatian yang baik juga wajib mengerti prinsip metode yang digunakan, mengikuti metode yang tertulis dan mendokumentasikan setiap penyimpangan, memelihara rekaman yang akurat dan mempunyai pengetahuan dasar statistik dan penerapannya (Siregar, 2007).
Selain itu personil lainnya yaitu pekarya laboratorium. Pekarya laboratorium yaitu tenaga non professional yang bertugas membantu penguji dalam pelaksanaan tugasnya. Pekarya ini tidak termasuk personil inti dalam laboratorium. Pekarya ini kebanyakan bekerja dibawah pengawasan personil professional penguji. Dengan pelatihan yang cukup,pekarya ini hendaknya mampu melaksanakan sejumlah kegiatan laboratorium seperti mencuci alat gelas, memelihara dan menservis alat uji, menyiapkan/preparasi sampel untuk analisis, menyiapkan berbagai jenis larutan, bahkan juga dapat melakukan analisis yang rumit. Paling sedikit personil non professional ini wajib mengerti penugasan, pentingnya melakukan tugas pada tingkat yang perlu untuk memberikan hasil bermutu dan melaporkan pengamatan yang tidak diharapkan kepada personil professional (Siregar, 2007).
2)    Kondisi Akomodasi dan Lingkungan
Kondisi akomodasi dan lingkungan merupakan salah satu persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh laboratorium yang kompeten (Siregar, 2007).  Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengujian harus dikelola dengan baik agar dapt mendukung pengujian yang dilakukan. Faktor tersebut menurut Siregar (2007) antara lain:
(1)  Kondisi Lingkungan
Kondisi Lingkungan harus nyaman untuk memberikan kemudahan bagi personil melakukan pengujian yang benar dan akurat. kondisi lingkungan hendaknya tidak mengakibatkan ketidakabsahan hasil pengujian atau berpengaruh buruk pada mutu pengujian atau pengujkuran atau analisis yang diperlukan. laboratorium harus memantau, mengendalikan, dan merekan kondisi lingkungan sesuai dengan persyaratan spesifikasi, metode, dan prosedur yang relevan atau jika kondisi tersebut mempengaruhi mutu hasil pengujian.  Dalam pengendalian ini, perhatian harus diberikan pada sterilisasi biologis, debu, gangguan elektomagnetik, radiasi, kelembapan,suhu, daya listrik dan tingkat bunyi serta getaran. Suhu lingkungan pengujian dipantau dengan thermometer yang telah dikalibrasi dan kelembapan dipantau dengan higrometer yang juga telah dikalirabrasi. Laboratorium hendaknya mempunyai prosedur untuk mengecek lingkungan laboratorium.
Gedung atau ruangan hendaknya berlokasi jauh dari pusat keramaian atau daerah lal ulintas yang ramai. Agar bebas dari sumber pencemaran dan getaran pada peralatan pengujian yang dapat mempengaruhi hasil pengujian.
(2)  Desain dan Tata Letak Laboratorium Pengujian Kimia
            Suatu laboratorium didesain dan dibangun dengan tujuan tertentu sesuai dengan tugas dan fungsi laboratorium yang akan dibangun sehingga setiap ruangan laboratorium dibagun sesuai dengan jenis dari laboratorium itu sendiri. Pada umumnya bentuk, ukuran dan tata ruang suatu laboratorium didesain sedemikian rupa sehingga pemakai laboratorium mudah dalam melakukan aktivitasnya. Kelenturan laboratorium dan kemungkinan pengembangan dimasa depan hendaknya dipertimbangkan dan disetujui sebelum desain rinci dilaksanakan. Bahan kontruksi dan perabot yang digunakan di ruang laboratorium hendaknya tahan terhadap asam, alkali, dan zat kimia atau pereaksi lainnya (Siregar,2007).
            Laboratorium harus didesain untuk efisiensi dari pengoperasiannya, untuk mengoptimasikan kenyamanan personil dan untuk meminimalkan resioko kecelakaan dan penyakit okupasi. desain dan lingkungan laboratorium harus sesuai untuk tugas/pekerjaan yang dilakukan didalamnya. Fasilitas laboratorium hendaknya memungkinkan pelaksanaan pengujian yang benar. Hal ini mencakup, tetapi tidak terbatas pada sumber energi, kondisi penerangan, ventilasi, air, pemusnahan sampel dan kondisi lingkungan. Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi yaitu dengan membuat permukaan yang halus/licin pada dinding,langit-langit, lantai dan meja kerja (Siregar, 2007).
            Pemakai laboratorium hendaknya memahami tata letak atau layout bangunan laboratorium. Pembangunan suatu laboratorium tidak dipercayakan begitu saja kepada seorang arsitektur bangunan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membangun laboratorium. Faktor-faktor tersebut antara lain lokasi bangunan laboratorium dan ukuran-ukuran ruang. Persyaratan lokasi pembangunan laboratorium antara lain tidak terletak pada arah angin yang menuju bangunan lain atau pemukiman. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyebaran gas-gas berbahaya. Bangunan laboratorium tidak berdekatan atau dibangun pada lokasi sumber air. Bangunan laboratorium jangan terlalu dekat dengan bangunan lainnya. Lokasi laboratorium harus mudah dijangkau untuk pengontrolan dan memudahkan tindakan lainnya misalnya apabila terjadi kebakaran, mobil kebakaran harus dapat menjangkau bangunan laboratorium (Riandi, 2004).
Selain persyaratan lokasi, perlu diperhatikan pula tata letak ruangan. Ruangan laboratorium umumnya terdiri dari ruang utama dan ruang-ruang pelengkap. Ruang utama adalah ruangan tempat analis melakukan pengujian. Ruang pelengkap umumnya terdiri dari ruang persiapan dan ruang penyimpanan. Ruang persiapan digunakan untuk menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan dipakai pengujian (Riandi, 2004). Ditambahkan oleh Siregar (2007) bahwa tata ruang disesuaikan dengan kegiatan kerja untuk efisiensi kerja dan untuk mencegah kontaminasi silang dan mencegah timbulnya lalu lintas kerja yang simpang siur. Lebar lorong antara meja kerja hendaknya paling sedikit 1,2 meter.
Ruang penyimpanan atau gudang terutama digunakan untuk menyimpan bahan-bahan persediaan (termasuk bahan kimia) dan alat-alat yang penggunaannya tidak setiap saat (jarang). Selain ruangan-ruangan tersebut, mungkin juga sebuah laboratorium memiliki ruang gelap (dark room), ruangan khusus untuk penyimpanan bahan-bahan kimia dan ruang adminitrasi / staf. Hal ini didasarkan atas pertimbangan keamanan berbagai peralatan laboratorium dan kenyamanan para pengguna laboratorium. Penyimpanan alat-alat di dalam gudang tidak boleh disatukan dengan bahan kimia. Demikian pula penyimpanan alat-alat gelas tidak boleh disatukan dengan alat-alat yang terbuat dari logam (Riandi, 2004).
(3)  Fasilitas Laboratorium Kimia
Laboratorium yang baik harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk memudahkan pemakai laboratorium dalam melakukan aktivitasnya. Fasilitas tersebut ada yang berupa fasilitas umum (utilities) dan fasilitas khusus. Fasilitas umum merupakan fasilitas yang dapat digunakan oleh semua pemakai laboratorium contohnya penerangan, ventilasi, air, bak cuci (sinks), aliran listrik, gas. Fasilitas khusus berupa peralatan dan meja, contohnya meja analis, kursi, papan tulis, lemari alat, lemari bahan, dan ruang timbang, lemari asam, perlengkapan P3K, pemadam kebakaran dll (Riandi,2004). Fasilitas-fasilitas tersebut menurut Riandi (2004) antara lain sebagai berikut:
(1)  Penerangan
Ruang laboratorium harus memiliki pengatur penerangan yang dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Sumber cahaya dapat berasal dari cahaya matahari atau dari listrik.

(2)  Ventilasi
Laboratorium pengujian membutuhkan ventilasi yang baik, lebih-lebih untuk laboratorium kimia yang sering menggunakan bahan-bahan mudah menguap. Kadang-kadang ventilasi tidak dapat dicukup dari jendela, sehingga dibutuhkan alat perotasi udara seperti kipas penyedot (ceiling fans). Adanya kipas penyedot ini dapat membantu pergantian udara menjadi lebih baik. Ditambahkan oleh Siregar (2007) bahwa sistem ventilasi harus dapat memindahkan bahan yang terbang diudara yang mengiritasi,yang mudah terbakar atau yang toksik, mensuplai udara bersih dan mengendalikan suhu dan kelembapan dalam batas yang diperlukan untuk pemeliharaan peralatan laboratorium dan kondisi pengujian.
Ruangan laboratorium hendaknya dilengkapi dengan peralatan yang mengatur aliran udara dilaboratorium pada kondisi suhu 24-26ºC dan kelembapan relatif 60-80%. Pengaturan suhu udara ini berfungsi untuk mencegah kontaminasi misalnya debu dan lain-lain dari udara jika menggunakan ventilasi asam. Mengadakan suhu lingkungan yang stabil untuk peralatan pengujian yang peka. Penggunaan yang sesuai dari alat gelas volumetrik yang dikalibrasi pada suhu 20ºC. Serta memberi kenyamanan kerja pada personil, agar dapat melakukan pengujian dengan benar dan akurat (Siregar, 2007).
(3)  Air
Air merupakan fasilitas yang penting dalam laboratorium pengujian, terutama untuk laboratorium kimia. Pasokan air ke dalam laboratorium tersebut harus cukup. Selain jumlah pasokan, kualitasnya juga harus baik, kualitas air yang kurang baik dapat mempercepat kerusakan alat-alat terutama alat-alat yang terbuat dari logam. Aliran air yang masuk ke dalam laboratorium harus lancar. Demikian juga aliran air yang ke luar laboratorium. Air yang masuk dan ke luar laboratorium biasanya lewat pipa-pipa. Harus diperhatikan pembuangan air sisa cucian yang mengandung bahan-bahan yang dapat merusakkan pipa-pipa tersebut. Pembuangan sisa asam atau basa kuat atau bahan korosif lainnya harus melalui pengenceran dahulu sebelum dibuang lewat pipa. Hal ini untuk menghindari kerusakan pipa-pipa saluran air.
(4)  Bak cuci
Bak cuci atau sinks dapat terbuat dari beton atau porcelain. Bak cuci yang terbuat dari porcelain mudah ternoda apabila kena bahan-bahan kimia. Bak cuci harus dilengkapi dengan saringan untuk mencegah masuknya sisa-sisa praktikum yang berupa bahan padat. Untuk menghindari adanya kerusakan bak cuci, hindarkan pembuangan bahan-bahan kimia seperti asam-basa kuat dan bahan-bahan korosif lainnya.
(5)  Listrik
Pada laboratoium, listrik merupakan fasilitas yang sangat penting. Besarnya daya yang terpasang harus mencukupi kebutuhan alat-alat laboratorium, terutama alat-alat laboratorium yang membutuhkan daya besar, seperti oven, furnace, autoclave dan lain-lain. Tegangan listrik harus selalu dicek apakah stabil atau tidak.Tegangan listrik yang tidak stabil dapat merusak alat-alat. Harus diperhatikan pula instalasi listrik, jangan didekatkan dengan aliran air dan gas. Selain itu harus dilengkapi dengan pengaman yang mudah dijangkau. Terminal out let harus mudah dijangkau. Instalasi listrik secara periodik perlu diperiksa kondisinya. Kabel-kabel listrik secara periodik disikat untuk menghilangkan bahan-bahan korosif yang biasanya menempel pada permukaan kabel. Socket dan plug harus diperiksa apakah masih berfungsi dengan baik atau rusak (aus). Apabila rusak harus segera diganti. Periksa juga secara periodik hubungan kabel ke socket apakah masih terikat dengan kuat.


(6)  Meja
Perlengkapan yang berupa meja harus diperhatikan kualitas dan ukurannya. Misalnya untuk meja perlu diperhatikan ketinggiannya. Umumnya meja analis ukuran tingginya 70-75cm. Kursi laboratorium apabila memungkinkan ketinggiannya dapat diatur, sehingga analis dapat menyesuaikan dengan jenis kegiatan pengujian. Meja samping yang biasa dipakai untuk menyimpan alat-alat yang menetap umumnya terbuat dari cor beton. Namun demikian dapat juga meja samping tersebut dibuat dari bahan kayu keras. Bagian bawah meja samping dapat sekaligus digunakan sebagai lemari. Ukuran meja samping panjangnya bervariasi sesuai kebutuhan, sedangkan lebarnya antara 50-60 cm dengan ukuran tinggi 70-75 cm. Demikian halnya meja untuk timbangan harus rata dan tidak mudah bergetar atau goyang. Meja timbangan ini sangat cocok dibuat dari cor beton atau dari bahan kayu keras yang tebal. Lemari alat dan bahan hendaknya memiliki tahapan (shelve) yang dapat diubah-ubah posisinya agar memudahkan dalam menata alat-alat yang bervariasi ukurannya.
(7)  Pengaturan Rumah tangga
Laboratorium harus diatur dan teratur, agar pelaksanaan pengujian lebih lancar,efisien, efektif, dan hasilnya akurat. Pengaturan itu antara lain, tidak terbatas pada: ruang seluruh laboratorium harus selalu bersih dan nyaman, dibawah tanggung jawab urusan rumah tangga dari bagian administrasi. Akses ke dan penggunaan ruangan pengujian yang mempengaruhi mutu pengujian harus dikendalikan, dipantau oleh personil penguji atau penyelia. Penempatan peralatan pengujian, alat gelas, pereaksi, harus teratur pada tempat yang sesuai,didessain oleh manajer teknis dan penyelia. Meja kerja agar selalu teratur dan dibersihkan oleh personil penguji setelah selesai tiap pengujian setiap hari. meja kerja tidak boleh dibersihkan oleh cleaning service. Penyimpanan dan pemusnahan bahan berbahaya harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dikoordinasikan oleh personil penaggung jawab.
3)    Metode pengujian dan validasi metode
Laboratorium harus menggunakan metode pengujian dan/atau metode kalibrasi, termasuk metode pengambilan contoh (sampel), yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan sesuai dengan pengujian dan/atau kalibrasi yang dilakukan. Metode yang digunakan lebih baik merupakan standar yang dipublikasikan secara internasional, regional atau nasional. Laboratorium harus memastikan bahwa standar yang digunakan adalah edisi mutakhir yang berlaku kecuali bila standar tersebut tidak sesuai lagi atau tidak mungkin dilakukan. Bila perlu, standar harus dilengkapi dengan rincian tambahan untuk menjamin penerapan yang konsisten. Bila pelanggan tidak mengkhususkan metode yang digunakan, laboratorium harus memilih metode yang sesuai, sudah dipublikasikan dalam standar internasional, regional atau nasional, atau oleh organisasi teknis yang mempunyai reputasi, atau dari teks atau jurnal ilmiah yang relevan, atau seperti spesifikasi pabrik pembuat alat (ISO 17025 : 2008).
Metode yang dikembangkan laboratorium atau metode yang diadopsi oleh laboratorium dapat juga digunakan bila sesuai penggunaannya dan bila telah divalidasi. Penggunaan metode pengujian dan metode kalibrasi yang dikembangkan oleh laboratorium untuk keperluan sendiri harus merupakan suatu kegiatan yang terencana dan harus ditugaskan kepada personil yang kompeten, yang dilengkapi dengan sumber daya yang memadai.  Apabila diperlukan menggunakan metode yang tidak dicakup oleh metode baku, hal ini harus mendapat persetujuan pelanggan dan harus mencakup spesifikasi yang jelas dari persyaratan pelanggan dan tujuan dari pengujian dan/atau kalibrasi. Metode yang dikembangkan harus telah divalidasi sebagaimana mestinya sebelum digunakan (ISO 17025 : 2008).
Untuk media dan regensia sebagimana dijelaskan oleh Komite Akreditasi Nasional (2005) dalam persyaratan tambahan untuk akreditasi laboratorium pengujian kimia dan biologi persyaratan media dan regensia meliputi :
Identitas, kemurnian, potensi, sumber, pengujian yang dilakukan untuk mutu dan kemurnian, pemurnian lebih lanjut yang diperlukan, prosedur penyimpanan dan penanganan dan tanggal penggantianharus diperhatikan. Personil laboratorium harus memahami tanggung jawabnya dalam penggunaan reagen, solven, media, bahan acuan dan peralatan laboratorium sesuai dengan jenis analisis yang dilakukan.
Tingkatan (grade) bahan yang sesuai sebagaimana disebutkan dalam metode atau prosedur harus digunakan sesuai dengan reagen, solven dan gas yang pada umumnya tersedia dalam berbagai grade dan kemurnian. Semua wadah reagen harus diberi label dan ditutup rapat. Pada wadah reagen harus terdapat label asli, atau minimum mempunyai label yang memuat nama reagen, tanggal penerimaan, konsentrasi, pelarut (bila bukan air). Personil yang bertanggungjawab dalam penyiapan reagen harus dapat diidentifikasi dari label atau rekaman.
Reagen harus dibeli dalam wadah yang ukurannya tepat sehingga isinya dapat digunakan semua dalam beberapa bulan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya deteriorasi mutu. Sisa reagen yang sudah digunakan tidak boleh dikembalikan ke wadahnya.
            Laboratorium harus mempunyai prosedur tertulis untuk penyiapan larutan reagen. Rekaman penyiapan tersebut harus dipelihara dan harus dapat digunakan sebagai acuan bila kemudian terdapat hasil uji yang meragukan. Rekaman larutan reagen harus mencakup ukuran berat dan volume, pembacaan buret, pembacaan pH, perhitungan faktor standardisasi dan konsentrasi larutan.  Apabila laboratorium menyiapkan media sendiri, bahan kimia yang digunakan dalam penyiapan tersebut harus diverifikasi untuk memastikan mempunyai mutu yang memadai sebelum digunakan.
4)    Peralatan
Prinsip umum yang digunakan untuk mempertimbangkan aspek pengujian mutu peralatan pengujian. Pertama, peralatan harus mampu melakukan kinerja yang dipersyaratkan. Kedua, semua alat uji dipelihara dalam kondisi optimal untuk penggunaan yang diperlukan. Ketiga yaitu peralatan pengujian hendaknya sering dipantau dan dievaluasi artinya peralatan tersebut harus dikalibrasi (Siregar, 2007).
Untuk memudahkan pemeriksaan alat dan bahan laboratorium perlu dilakukan inventarisasi yang sistematik. Inventarisasi ini dapat dibuat pada suatu buku atau secara komputasi sebagai daftar induk. Hal-hal yang umum diperlukan pada inventarisasi meliputi: kode alat/bahan, nama alat/bahan, spesifikasi alat/bahan (Merk, tipe, dan pabrik pembuat alat), sumber pemberi alat dan tahun pengadaannya, tahun penggunaan dan jumlah atau kuantitas serta kondisi alat, baik atau rusak (Riandi, 2004).
Laboratorium harus dilengkapi dengan semua peralatan untuk pengambilan sampel, preparasi sampel, pengukuran, pengujian, pengolahan dan analisis data yang diperlukan untuk melaksanakan pengujian yang benar dengan hasil uji yang akurat dan dapat dipercaya. Kelengkapan dan kesesuaian peralatan ini adalah tanggung jawab manajer teknis. Jika menggunakan peralatan pengujian yang berada di luar pengawasan laboratorium pengguna, artinnya peralatan tersebut milik laboratorium lain, manajer teknis harus memastiakn bahwa alat tersebut memenuhi persyaratan ISO 17025:2008  yaitu memenuhi protokol pengujian dan periode waktu kalibrasi yang masih berlaku. (Siregar, 2007).
Semua peralatan dan piranti lunak yang digunakan untuk pengujian dan pengambilan sampel harus mampu menghasilkan hasil uji akurat, sesuai dengan spesifikasi yang relevan dengan metode pengujian yang dimaksud. Semua peralatan pengujian termasuk alat pengambil sampel dan peralatan pengukuran subsider (kondisi lingkungan) harus dikalibrasi atau diverifikasi sebelum digunakan. Program kalibrasi atau verifikasi harus ditetapkan bagi setiap peralatan pengujian termasuk peralatan pengambil contoh (Siregar, 2007).
Peralatan pengujian harus dioperasikan oleh personil yang benar-benar terlatih dan memahami benar menggunakan alat tersebut. Intruksi kerja yang mutakhir harus segera disediakan bagi personil penguji. Intruksi kerja penggunan dan pemeliharaan yang mutakhir dari semua peralatan pengujian harus segera tersedia bagi semua personil laboratorium yang berkaitan dan diletakkan didekat peralatan tersebut. Labortorium harus mempunyai prosedur untuk penanganan yang aman, transportasi, penyimpanan, penggunaan, dan perawatan bagi tiap peralatan pengujian untuk memastikan kelayakan fungsinya, untuk mencegah kontaminasi dan deteriorasi. Selain itu peralatan dan piranti lunaknya harus diberi identitas yang khas (Siregar, 2007).
Untuk peralatan komputer atau alat pengujian otomatis digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, merekam pelaporan, penyimpanan atau pencarian kembali data pengujian, laboratorium harus memastikan bahwa perangkat lunak komputer termasuk yang terpasang dalam peralatan penguji didokumentasikan dan divalidasi sebagaimana mestinya untuk penngunaan dalam fasilitas laboratorium. Prosedur didtetapkan dan diterapkan untuk melindungi keutuhan data sepanjang waktu. Komputer dan alat uji otomatis dipelihara untuk memastikan fungsinya yang tepat dan dilengkapi dengan kondisi lingkungan dan pengoperasian yang perlu untuk memelihara keutuhan data. Program dan rutinitas komputer dilindungi secara memadai untuk melindungi akses,perubahan atau kerusakan oleh personil tidak tetap atau personil yang tidak berwenang (Siregar, 2007).
5)    Ketertelusuran pengukuran
Semua peralatan yang digunakan untuk pengujian dan/atau kalibrasi, termasuk untuk pengukuran subsider (seperti kondisi lingkungan) yang mempunyai pengaruh yang signifikan pada akurasi atau keabsahan hasil pengujian, kalibrasi atau pengambilan contoh atau sampel harus dikalibrasi sebelum mulai digunakan. Laboratorium harus mempunyai program dan prosedur yang ditetapkan untuk kalibrasi peralatannya. Program yang demikian sebaiknya mencakup sistem untuk memilih, menggunakan, mengkalibrasi, mengecek, mengendalikan, dan merawat standar pengukuran, bahan acuan yang digunakan sebagai standar pengukuran, dan peralatan ukur serta pengujian yang digunakan untuk melakukan pengujian dan kalibrasi (ISO 17025:2008)
Untuk laboratorium pengujian, persyaratan yang diberikan pada kalibrasi berlaku untuk peralatan ukur dan pengujian dengan fungsi pengukuran yang digunakan, kecuali bila telah ditetapkan bahwa kontribusi yang terkait dengan kalibrasi berkontribusi kecil terhadap ketidakpastian total dari hasil pengujian. Bila situasi ini muncul, laboratorium harus memastikan peralatan yang digunakan dapat memberikan ketidakpastian pengukuran yang diperlukan. Persyaratan dalam kalibrasi sebaiknya diikuti tergantung pada kontribusi relative dari ketidakpastian kalibrasi pada ketidakpastian total. Jika kalibrasi merupakan faktor yang dominan, persyaratan sebaiknya diikuti dengan ketat (ISO 17025:2008).
6)    Pengambilan Sampel
Laboratorium harus memiliki prosedur pengambilan sampel, penanganan, penyimpanan hingga pembuangan sampel. Proses pengambilan contoh harus ditujukan pada faktor-faktor yang harus dikendalikan untuk memastikan keabsahan hasil pengujian dan kalibrasi. Apabila customer menghendaki penyimpangan, penambahan atau pengecualian dari prosedur pengambilan contoh yang telah didokumentasikan, maka laboratorium akan merekam dan dikomunikasikan kepada personil terkait. Laboratorium merekam data dan kegiatan yang relevan yang berhubungan dengan pengambilan contoh. Apabila terjadi penyimpangan pada saat penerimaan contoh, maka penyimpangan tersebut direkam dan dikonsultasikan kepada customer untuk memperoleh kejelasan lebih lanjut (ISO 17025 : 2008).
7)    Penanganan barang yang diuji
Laboratorium harus mempunyai prosedur untuk transportasi, penerimaan, penanganan, perlindungan, penyimpanan, cuplikan dan/atau pemusnahan barang yang diuji dan/atau dikalibrasi, termasuk semua upaya yang diperlukan untuk melindungi integritas barang yang diuji atau dikalibrasi, dan untuk perlindungan kepentingan laboratorium dan pelanggan Laboratorium harus mempunyai sistem untuk mengidentifikasi barang yang diuji. Identifikasi tersebut harus tersimpan selama barang yang bersangkutan berada di laboratorium. Sistem tersebut harus dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa untuk memastikan tidak timbulnya keraguan pada barang secara fisik ditulis dalam rekaman atau dokumen lainnya. Sistem tersebut harus, sehingga memudahkan pembagian kelompok barang dan pemindahan barang di dalam dan dari laboratorium (ISO 17025 : 2008).
Pada penerimaan barang yang diuji atau dikalibrasi, abnormalitas atau penyimpangan dari kondisi yang normal atau dari kondisi tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam metode pengujian harus direkam. Bila timbul keraguan pada kelayakan barang yang akan diuji atau dikalibrasi, atau bila suatu barang tidak sesuai dengan uraian yang ada, atau bila pengujian atau kalibrasi yang diinginkan tidak dinyatakan cukup rinci, laboratorium harus mengkonsultasikannya dengan pelanggan untuk memperoleh instruksi lebih lanjut sebelum dimulai, dan harus merekam diskusi yang dilakukan. Laboratorium harus mempunyai prosedur dan fasilitas yang sesuai untuk menghindari penurunan mutu, kehilangan atau kerusakan pada barang yang diuji atau dikalibrasi selama penyimpanan, penanganan, dan penyiapan. Instruksi penanganan yang disertakan dengan barang harus diikuti. Bila barang harus disimpan atau dikondisikan dalam kondisi lingkungan tertentu, kondisi tersebut harus dipelihara, dipantau, dan direkam. Bila barang yang diuji atau dikalibrasi atau bagian dari barang harus dijaga keamanannya, laboratorium harus mempunyai penataan untuk penyimpanan dan pengaman yang melindungi kondisi dan integritas barang atau bagian yang dimaksud (ISO 17025 : 2008).
8)    Pelaporan Hasil
            Laporan pengujian dan sertifikat kalibrasi harus mencakup sekurang-kurangnya informasi berikut, kecuali bila laboratorium mempunyai alasan untuk tidak melakukannya. Laporan pengujian harus mencakup :deviasi dari, tambahan kepada, atau pengecualian dari metode uji, dan informasi pada kondisi spesifik uji seperti kondisi lingkungan; jika relevan, pernyataan atas kesesuaian / ketidaksesuaian dengan persyaratan dan/atau spesifikasi; bila mungkin, pernyataan atas estimasi ketidakpastian pengukuran dan informasi ketidakpastian yang dibutuhkan dalam laporan hasil uji bila berkaitan dengan validasi atau aplikasi hasil uji, bila petunjuk pelanggan begitu dibutuhkan, atau jika ketidakpastian mempengaruhi kesesuaian batas spesifikasi; bila memungkinkan atau diperlukan pendapat dan interpretasi serta tambahan informasi yang mungkin diperlukan dalam metode spesifik, pelanggan atau grup dari pelanggan (ISO 17025:2008).
Laporan hasil uji yang memuat hasil pengambilan contoh harus mencakup informasi berikut, jika diperlukan interpretasi hasil uji :tanggal pengambilan contoh, identifikasi yang jelas dari zat, bahan baku atau produk yang disampling (termasuk nama pemasok, model atau jenis desain dan nomor seri bila memungkinkan), lokasi pengambilan contoh, termasuk diagram, sketsa atau fotografi, acuan untuk rencana pengambilan contoh dan prosedur yang digunakan, rincian kondisi lingkungan selama pengambilan contoh yang mungkin mempengaruhi interpretasi hasil uji, serta standar atau spesifikasi lain untuk metode pengambilan contoh atau prosedur, dan deviasi, tambahan ke, atau pengecualian dari spesifikasi yang dimaksud (ISO 17025:2008).